Hari Kesaktian Pancasila
01 October 2014
01 October 2014
Pancasila mengandung makna yang amat
penting bagi sejarah perjalanan Bangsa Indonesia. Karena itulah Pancasila
dijadikan sebagai dasar negara ini. Artinya segala tindak tanduk dari
orang-orang yang termaktub sebagai warga negara dari republik yang bernama
Indonesia, haruslah didasarkan pada nilai-nilai dan semangat Pancasila. Apakah
dia sebagai seorang politisi, birokrat, aktivis, buruh, mahasiswa, tani, nelayan dan lain
sebagainya. Akan tetapi banyak kenyataan yang bisa membuktikan bahwa
nilai-nilai dan semangat Pancasila sudah kurang membumi dan mulai kian terkikis.
Salah satu bukti bahwa semangat dan nilai Pancasila tidak membumi di negeri ini
adalah terlihat dari kebersamaan dan persaudaraan kita yang mulai melemah.
Padahal dilihat dari sejarahnya bahwa bangsa ini dari awalnya adalah bangsa
yang kaya akan keberagaman. Kaya akan perbedaan. Singkatnya, bangsa ini adalah
bangsa yang pluralistik. Keberagaman menjadi jati diri kita sebagai sebuah
bangsa. Karena itu, keberagaman tidak perlu dihilangkan. Dia hanya perlu
dihargai, dihormati dan diperlakukan secara adil.
Akan tetapi,
beberapa waktu yang lalu khususnya ketika menjelang PILPRES di Indonesia,
keberagaman itu “terkoyak-koyak” oleh karena kepentingan politik sesaat.
Perbedaan itu baik dari segi suku, agama, warna kulit bukan untuk dieksploitasi
untuk kepentingan sesaat, apalagi yang sifatnya individual. Tetapi lebih
dijadikan sebagai potensi untuk memperkaya khasanah demokrasi. Kemudian,
bagaimana eksistensi budaya nasional yang bertumpu pada nilai-nilai budaya yang
masih hidup dan dihayati oleh masyarakat dikembangkan dan dimanifestasikan
dalam praxis kehidupan di masyarakat.
Belakangan
ini, terjadi perdebatan tentang penempatan Pancasila sebagai satu-satunya azas
dalam pendirian partai. Sebetulnya, jika kita pahami makna dan nilai-nilai
kesaktian Pancasila, maka perdebatan itu tidak perlu lagi terjadi. Kita tidak
lagi kembali ke belakang. Maka yang seharusnya diperdebatkan dengan cerdas
dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) paket politik, khususnya RUU
Partai Politik (Parpol), adalah bagaimana menata agar parpol lebih aspiratif
terhadap keberadaan rakyat serta peranannya dalam konsolidasi demokrasi kita.
Pancasila
dan UUD 1945 sudah final dan tidak boleh lagi diganggu gugat sebagai landasan
dan falsafah yang mengatur dan mengikat kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila pun terbukti sangat ampuh sebagai pedoman kehidupan bersama, termasuk
kehidupan dalam berpolitik. Tidak ada yang lain. Ideologi Pancasila dan UUD
1945 tidak perlu lagi diperdebatkan lagi. Itu sudah menjadi kesepakatan
masyarakat Indonesia ketika negara ini didirikan. Bahkan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila tersebut adalah hasil dari penggalian karakter dan
budaya masyarakat Indonesia. Kemudian, kita patut bertanya, apa gerangan yang
terjadi dengan perubahan politik kita sehingga Pancasila tidak layak lagi
dijadikan sebagai asas dari seluruh perikehidupan berbangsa dan bernegara,
termasuk kehidupan berpolitik? Adakah sesuatu yang berubah dengan sejarah kita?
Sejarah kesaktian Pancasila adalah sejarah yang sangat berharga.
Peringatan
Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober, harus dijadikan sebagai
kesempatan untuk merefleksikan tentang pemaknaan nilai-nilai dan kesaktian
Pancasila itu sendiri. Hal ini penting khususnya bagi generasi muda bangsa ini.
Generasi baru tidak akan memiliki rasa percaya diri dan kebanggaan atas bangsa
ini tanpa mengenali sesungguhnya sejarah kehidupannya.
Di tengah
terpaan pengaruh kekuatan global, kita seharusnyamenguatkan dan memperlengkapi
diri agar tidak terjerembab dalam lika-liku zaman sekarang ini. Salah satunya
adalah dengan menggali kembali nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu
sendiri. Nilai-nilai itulah yang kemudian kita maknai sebagai energi untuk
membangun kembali jati diri bangsa ini. Bangsa ini bisa berdiri tegak, hanya
jika mau kembali menghidupkan dan sekaligus mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila itu sendiri. Pancasila adalah dasar negara. Pancasila adalah asal
tunggal dan menjadi sumber dari segala sumber hukum yang mengatur masyarakat
Indonesia, termasuk kehidupan berpolitik. Karena itu, partai politik sebagai
salah satu infrastruktur politik dan segala sesuatu yang hadir dan lahir
dinegara ini, harus tunduk dan taat pada Pancasila.
Fakta sejarah yang hingga saat ini masih
diperdebatkan mengenai peristiwa G 30 S PKI hendaknya tidak mengubah rasa
memiliki kita terhadap pancasila yang sudah jelas-jelas berperan sebagai simbol
pemersatu bangsa. Berbagai peristiwa yang pernah terjadi semenjak proklamasi 17
agustus 1945 hingga saat ini, yang pada akhirnya tidak menggoyahkan pancasila
sebagai dasar negara merupakan hal yang disebut sebagai KESAKTIAN PANCASILA.
Kesaktian disini bukan diartikan pancasila
secara aktif mampu melakukan sesuatu, melainkan pandangan serta nilai-nilai
yang terdapat dalam pancasila mampu ditranformasikan oleh komponen bangsa dalam
berkehidupan kebangsaan dan bernegara.
Peristiwa lubang buaya, yang merupakan puncak
dari keganasan G 30 S PKI telah memakan korban putra-putra terbaik bangsa,
yakni Jend. TNI Anumerta Achmad Yani, Letjen. TNI Anumerta Suprapto, Letjen.
TNI Anumerta S. Parman, Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono, Mayjen. TNI Anumerta
D.I. Panjaitan, Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S, dan ditambah satu Perwira Pertama
Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Tendean. Kepada mereka dianugerahkan gelar
Pahlawan Revolusi. Dilokasi tersebut juga di bangun sebuah tugu untuk
menghormati pahlawa-pahlawan tersebut, Tugu tersebut dinamai Tugu KESAKTIAN PANCASILA.
Meletusnya pemberontakan G 30 S PKI, sampai di
bubarkan dan dilarangnya berkembang paham komunis di indonesia, terbitnya
Supersemar, hingga tumbangnya pemerintahan Presiden Soekarno merupakan tonggak
berdirinya pemerintahan baru yang di pimpin oleh presiden Soeharto yang disebut
sebagai pemerintahan orde baru. Orde baru berhasil memerintah indonesia selama
32 tahun lamanya sebelum di gantikan oleh gerakan reformasi.
Peristiwa 1 Oktober 1965 tersebut kemudian telah
melahirkan suatu orde dalam sejarah pasca kemerdekaan republik ini. Orde yang
kemudian lebih dikenal dengan Orde Baru itu menetapkan tanggal 1 Oktober setiap
tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari libur
nasional. Penetapan itu didasari oleh peristiwa yang terjadi pada hari dan
bulan itu, dimana telah terjadi suatu usaha perongrongan Pancasila, namun
berhasil digagalkan. Belakangan setelah orde baru jatuh dan digantikan oleh
orde yang disebut Orde Reformasi, peringatan hari Kesaktian Pancasila ini
sepertinya mulai dilupakan. Terbukti tanggal 1 Oktober tersebut tidak lagi
ditetapkan sebagai hari libur nasional sebagaimana sebelumnya.
Selama masa pemerintahan orde baru setiap
tanggal 1 Oktober selalu di adakan upacara peringatan hari kesaktian pancasila,
begitu juga pada masa pemerintahan berikutnya. Di masa Presiden Megawati
Soekarnoputri kepala negara tidak menghadiri upacara yang dipusatkan di Lubang
Buaya. Pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono hari bersejarah
yang dirayakan setiap tanggal 1 Oktober ini dimaknai secara lebih
luas. Jika pada perayaan-perayaan sebelumnya Kesaktian Pancasila selalu
dikaitkan dengan penumpasan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
(G-30-S/PKI), maka kali ini "sejarah" Kesaktian Pancasila dimaknai
sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agsutus 1945. Demikian versi
baru upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang berlangsung di Monumen
Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Selain pemaknaan yang baru atas
sejarah, hal baru lainnya adalah upacara kembali dipimpin oleh presiden
Republik Indonesia serta disertai dengan pembacaan naskah ikrar yang
menyebutkan bahwa sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diproklamasi
pada 17 Agustus 1945 terjadi banyak rongrongan terhadap Pancasila dan NKRI baik
yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri, bangsa Indonesia mampu
mempertahankan Pancasila dan NKRI, Namun ikrar
tersebut tidak sesuai yang diharapkan, karena negara Indonesia masih tetap
dirongrong oleh pihak asing.